var _gaq = _gaq || []; _gaq.push(['_setAccount', 'UA-5966951-12']); _gaq.push(['_trackPageview']); (function() { var ga = document.createElement('script'); ga.type = 'text/javascript'; ga.async = true; ga.src = ('https:' == document.location.protocol ? 'https://ssl' : 'http://www') + '.google-analytics.com/ga.js'; var s = document.getElementsByTagName('script')[0]; s.parentNode.insertBefore(ga, s); })();



HOME

Selamat Datang

Jumat, 31 Desember 2010
Pencapaian Program Kerja KOMINFO 2010

1. PALAPA RING

Total backbone yang sudah eksisting terbangun 42.740 km (di Sumatera, Jawa, Kalimantan, Bali dan Sulawesi). Yang tinggal sedikit penyelesaian adalah sektor Mataram hingga Kupang. Sedangkan yang masih sedang dipersiapkan adalah untuk sektor utara Indonesia Timur, yang direncanakan dengan skema ICT Fund


2. U S O

Desember 2010 diharapkan terselesaikan sebanyak 31.800 desa berdering dan 5.748 desa berbasis internet di seluruh Indonesia


3. DESA INFORMASI

Desember 2010 telah terselesaikan sebanyak 16 desa informasi, dari total target 500 desa informasi hingga tahun 2014. Desa ini gabungan dari desa berdering, desa pinter, radio komunitas, kelompok informasi masyarakat perbatasan, media center, TV berlangganan, media pertunjukan rakyat, dan M-CAP


4. I T T S

(Improvement on Television Transmitting Stations) atau program rehabilitasi dan pergantian peralatan pemancar di 30 lokasi transmisi TVRI di perbatasan.


5. TV DIGITAL

Setelah uji coba televisi digital secara beruntun sejak Agustus 2008, kemudian Mei 2009, maka peresmian pemancar televisi digital TVRI tanggal 21 Desember 2010 oleh Presiden RI adalah momentum percepatan digitalisasi


6. ICT WHITE PAPER

Untuk pertama kali, Kominfo berhasil menyelesaikan penyusunan ICT White Paper.


7. ICT TRAINING CENTER

Kominfo telah menyelesaikan ICT Traning Center untuk memperdayaan masyarakat mengenai pengetahuan dan aplikasi ICT.


8. PERINGKAT PENILAIAN KPK

Kominfo telah mencapai peningkatan peringkat hasil survei KPK dari semula pada peringkat 36 di akhir 2009 menjadi 8 di akhir 2010.


9. SUKSES DIPLOMASI di I T U

Indonesia terpilih kembali sebagai anggota Dewan ITU pada Kongres ITU di Mexico 2010 dengan perolehan peringkat tertinggi di regionnya


10. MEDIA CENTER

Secara rutin setiap tahun Kominfo telah memfasilitasi penyediaan Media Center di seluruh Indonesia. Namun, pasca letusan Merapi, Kominfo bersama APJII, RRI , Radio Komunitas dan Tim Relawan telah berhasil mendirikan Radio Tanggap Merapi FM.


11. INAICTA 2010

Meskipun ICT Award telah rutin sejak 2007, salah satu pemenang INAICTA telah memperoleh penghargaan pada International ICT Award di Malaysia


12. VIDEO CONFERENCE MADINAH - JOGJA

Untuk pertama kalinya Kominfo bersama PT Telkom sukses memfasilitasi video conference dari Madinah ke Jogja pada saat pembukaan Muktamar Muhammadiyah oleh Presiden RI.


13. SISTEM PENGELOLAAN SUMBERDAYA SPEKTRUM FREKUENSI RADIO

(Sislasda SFR) Sistem ini diresmikan pada Agustus 2010 dan memungkinkan pengelolaan frekuensi lebih integratif dan berpotensi meningkatkan BHP Frekuensi Radio


14. NATIONAL SINGLE WINDOW

Kominfo sejak Januari 2010 telah integratif bersama sejumlah instansi lain tertentu mulai menerapkan NSW untuk meningkatkan kinerja ekspor – impor nasional.


15. LABORATORIUM ID-SIIRTII

Laboratorium ini telah selesai dibangun di tahun 2010 dan dimanfaatkan sebagai tempat pelatihan dan simulasi jaringan internet untuk tujuan meminimalisasi penyalah-gunaan internet.


16. OPEN SOURCE

Melalui tender internet kecamatan, Kominfo telah mulai memberlakukan open source


17. SISTEM ELEKTRONIK PENGADAAN BARANG DAN JASA (SePP)

Sistem ini dimaksudkan untuk memdukung pengadaan secara real-time, on-line dan obyektif. Untuk meningkatkan perolehan pajak nasional, sejak tanggal 25 November 2010 Ditjen Pajak telah menggunakan SePP.


18. TV BERJARINGAN

Setelah cukup lama tertunda yang seharusnya sejak Desember 2007, Kominfo sejak Desember 2009 telah memberlakukan awal pelaksanaan televisi berjaringan secara bertahap.


19. I P T V

Sejak Juli 2010, Kominfo telah merubah peraturan terkait rencana realisasi IPTV, sehingga membuka peluang bagi para penyelenggara untuk berpartisipasi melalui mekanisme seleksi.


20. PEMBENTUKAN PPID

Kominfo telah mengawali pelaksanaan UU KIP dengan membentuk struktur organisasi PPID.



Label:

Press Release MENKOMINFO tentang USO

Program Kewajiban Pelayanan Universal/Universal Service Obligation (KPU/USO) Telekomunikasi merupakan salah satu wujud komitmen pemerintah dalam hal ini kewenangan Kementerian Komunikasi dan Informatika untuk segera memperkecil kesenjangan informasi (digital divide) yang juga merupakan amanat Pasal 2 UU No.36 Tahun 1999 yaitu Azas Adil dan Merata, melalui PROGRAM PENYEDIAAN DESA BERDERING, DESA PINTER dan PUSAT LAYANAN INTERNET KECAMATAN (PLIK). Program Penyediaan tersebut, terdiri dari :


Untuk mengatasi kesenjangan informasi (digital divide)





Desa Berdering sebanyak + 25.000 SSL (Satuan Sambungan Layanan), untuk mewujudkan hak asasi berkomunikasi.

  1. Desa Pinter sebanyak + 131 SSL (Satuan Sambungan Layanan)

  2. Pusat Layanan Internet Kecamatan (PLIK) sebanyak + 5.748 PLIK


Bahwa Desa Dering dan Desa Pinter penyediaannya diatur berdasarkan Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 32/PER/M.KOMINFO/10/2008 tentang Kewajiban Pelayanan Universal Telekomunikasi.


Teknologi yang digunakan merupakan teknologi netral dengan perangkat minimal yang harus di ada di fasilitas telekomunikasi dimaksud yaitu antara lain :

  1. FWT (Fixed Wireless Telepon) / Handset

  2. Billing Display / PDPT alat Pencatat Pulsa Telepon

  3. Power Supply (PLN-APB/SC)

  4. Billboard Sign / Papan Plang

  5. Antena Yagi (Jika Sinyal Lemah dan menggunakan teknologi seluler)

  6. Antena VSAT dan Perangkat VSAT (Jika Sama Sekali Tidak Ada Sinyal.

Desa Pinter (Desa Punya Internet) sebagai pilot project penyediaan jasa akses telekomunikasi dan informatika perdesaan dengan kemampuan Kecepatan transfer data (Throughput) minimal 56 Kbps dari CPE ke Perangkat Operator, Latency : Maks 750 ms dari CPE ke IIX dan Packet Loss : 2% dari CPE ke IIX.

Perangkat minimal yang harus di ada di fasilitas telekomunikasi dimaksud yaitu antara lain :

  1. Koneksi ke jaringan internet;

  2. Personal Computer multimedia (PC);

  3. modem;

  4. printer; dan

  5. peripheral.

Saat ini yang telah terealisasi adalah sebanyak 101 desa.


Pusat Layanan Internet Kecamatan

Pusat Layanan Internet Kecamatan (PLIK) merupakan pembangunan sarana umum untuk melakukan akses internet di ibukota kecamatan yang menjadi bagian dari wilayah USO. Pembangunan internet kecamatan tidak hanya untuk melakukan pembangunan ruang akses internet bersama akan tetapi juga akan dilakukan push konten yang produktif dan juga portal konten-konten yang bermanfaat. Konfigurasi dari arsitektur jaringan yang disyaratkan untuk menuju ke server konten-konten yang berada di Jakarta tersebut adalah sebesar 256 kbps untuk downlink dan 128 untuk uplink sehingga memungkinkan untuk memberikan layanan yang bersifat interaktif. Pembangunan tersebut mulai dilaksanakan pada tahun 2010 dengan target jumlah titik layanan adalah lebih dari 5.748 titik.

Pengoperasian PLIK dikendalikan oleh Sistem Informasi Manajemen dan Monitoring Internet Kecamatan yang berfungsi antara lain mendukung layanan Internet Sehat dan Aman (INSAN) di setiap PLIK, mengatur dan menyebarkan konten, Komunikasi PLIK, yaitu kemampuan untuk melakukan instant messaging (data, voice, video) dan layanan surat elektronik/ electronic mail ( e-mail ) yang dapat digunakan antar pelanggan/ user PLIK secara aman, serta optimalisasi bandwidth.


Bahwa penyediaan Pusat Layanan Internet Kecamatan berdasarkan Peraturan Menteri Komunikasi dan lnformatika Nomor: 48/PER/MKOMINFO/11/2009 tentang Penyediaan Jasa Akses Internet Pada Wilayah Pelayanan Universal Telekomunikasi Internet Kecamatan, serta amanat dari Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2010 Tentang Percepatan Pelaksanaan Prioritas Pembangunan Nasional Tahun 2010, bagian Prioritas 10 : Daerah Tertinggal, Terdepan, Terluar, dan Pasca-Konflik, serta Kebijakan : 003 - Pelaksanaan Pemberdayaan dan Pemerataan Pembangunan Sarana dan Prasarana Informatika bahwa Prosentase desa yang dilayani akses internet (dengan prioritas pada seluruh desa Ibukota Kecamatan di wilayah Universal Service Obligation sebanyak minimal 4.218 harus terlaksana pada 31 Desember 2010.

Program yang bersifat adil dan merata tersebut terus dilakukan seiiring dengan berkembangnya desa/kecamatan karena tidak terdata atau karena pemekaran.

Bersamaan atau setelah penggelaran program “adil dan merata”, maka penyediaan KPU/USO Telekomunikasi diarahkan pada ICT (Information and Communication Technology) yang murah namun cepat, serta ICT yang bermartabat, program-program dimaksud antara lain :

  1. PLIK bersifat bergerak/Mobil PLIK sebanyak 1.907 PLIK, telah selesai pelaksanaan pengadaannya dan target di bulan oktober 2011 selesai pembangunannya di seluruh Indonesia;

  2. Nusantara Internet Exchange (IX) di Propinsi sebanyak 8 Propinsi (Medan, Palembang, Surabaya, Bali, Makassar, Balikpapan, Ternate dan Jayapura, telah selesai pelaksanaan pengadaannya dan target di bulan Juli 2011 selesai pembangunannya;

  3. Nusantara Internet Exchange (IX) untuk nasional dan internasional di wilayah Indonesia bagian barat, tengah dan timur Indonesia.

  4. Penyediaan Infrastruktur Backbone dan backhoul sampai dengan tingkat kota / kabupaten.

  5. Mendorong local content.




Berikut ini data progress penyediaan : :

Desa Dering


Penyediaan Desa Dering Tahun 2010 adalah :


No

Penyedia Jasa

Kewajiban

Realisasi (on air)

%

1

PT. Telkomsel

25.412

25.405

99%

2

PT. Indonesia Comnet Plus

7.772

1.348

17,34%


Pusat Layanan Internet Kecamatan (PLIK)


Penyediaan Pusat Layanan Internet Kecamatan (PLIK) Tahun 2010 adalah :


No

Penyedia Jasa

Target

Realisasi (on air)

%

1

PT. Telekomunikasi Indonesia

1.396

1.396

100%

2

PT. Aplikanusa Lintasarta

1.515

1.515

100%

3

PT. Jastrindo Dinamika *)

1.592

607

38%

4

PT. Sarana Insan Muda Selaras *)

1.245

751

60%


Kontrak dengan BTIP

2.641

2.147



Target UKP4

4.218

4.218



Catatan : *) Kontrak di bulan Agustus 2010 (terlambat 2 bulan dibanding kontrak No. 1 dan 2)

Label: , , , , , ,

Kamis, 16 Desember 2010
Bomshell technology: "The Negroponte Switch" - Perlunya para Regulator, Operator dan Broadcasters menyadarinya

Professor Nicholas Negroponte, Mantan Kepala Lab Media Institut Teknologi Massachusetts (MIT) yang sangat kreatif dan innovatif dalam merancang sebuah laptop kecil atau netbook dengan harga US$100 sehingga makin banyak masyarakat yang dapat menikmati internet sebagai sumber informasi dan pengetahuan, agar mereka dapai mengikuti kemajuanteknologi, menjadi lebih cerdas untuk dapat meningkatkan kesejahteraan mereka.


Netbook murah seharga US$100 atau kurang sekarang benar-benar dapat di realisasikan dan diproduksi di india, Taiwan dan Cina. Kalau di Indonesia harganya masih sekitar US$200-an karena belum ada industri lokal yang kuat untuk mendukungnya.


Prof Negroponte ternyata juga seorang pemikir yang hebat. Beliau meramalkan bahwa akan ada perubahan 180-derajat dalam teknologi telefoni dan broadcasting, atau "switch" perubahan ini. Perobahan besar ini adalah sbb:


Dahulunya telpon hanya bisa disalurkan lewat kabel tembaga, dan tidak ada yang lewat 'udara bebas" atau Wireless. Namun sekarang ini, 5-milyar ponsel digunakan oleh penduduk dunia yang jumlah totalnya adalah 6-milyar, jadi tinggal 1-milyar penduduk yang belum tersambung ke ponsel. Jadi benar adanya kalau kita katakan bahwa "The Future is Mobile Wireless". Jadi telah ada perubahan atau "switch" penggunaan infrastruktur layanan telpon dari kabel ke Wireless.

Dahulunya siaran broadcast TV dan Radio disalurkan lewat udara bebas atau Wireless, namun sekarang ini sudah makin banyak lagi siaran radio, musik, TV, streaming video, Youtube video yang disalurkan lewat jaringan internet menggunakan kabel tembaga (ADSL), coaxial, dan kabel serat optik. Jadi telah terjadi perubahan atau "switch" yang berbeda 180-derajat antara broadcast dan telepon.

Perobahan atau 'switch" tercebut telah diramalkan oleh Prof Negroponte sejak beberapa tahun yang lalu, dan sekarang kita lihat bahwa hal itu memang benar-benar terjadi.


Oleh karena itu saya sarankan agar para eksekutif Telekomunikasi, Regulator dan Broadcaster TV dan Radio untuk memahami adanya perubahan itu dalam waktu dekat, serta membuat langkah-langkah antisipasinya agar mereka tidak tersentak kaget kalau tiba-tiba bisnis yang selama ini digelutinya menjadi mundur dan akhirnya bangkrut.


Di banyak negara maju, jumlah pelanggan PSTN menyusut terus, karena layanannya yang sudah tidak menarik, tidak ada fitur2 yang canggih, lagi pula juga sudah makin lebih mahal dari layanan ponsel. Akhirnya pelanggan PSTN itu malah rame-rame berhenti berlangganan, dan beralih ke ponsel. ARPU PSTN juga menurun terus, operator rugi kalau harus meneruskan layanan ini.


Untuk layanan Broadcasting TV dan Radio, telah terjadi pula migrasi dari siaran Wireless ke siaran lewat kabel, seperti TV Kabel, dan Internet yang mutu layanannya jauh lebih baik, dan stabil. Layanan-layanan ini juga sama-sama bisa dinikmati pelanggan secara gratis, dan dapat diunduh dari seluruh dunia, seperti siaran Radio ABC Australia yang dapat diunduh dari URL sbb:

Radio ABC Australia

Demikian pula BBC London dapat pula diunduh lewat Internet via URL sbb:

BBC London


Kesimpulan dari tulisan diatas adalah: jangan lagi menghambur-hamburkan pita frekwensi yang langka dan mahal untuk siaran broadcast, sebab dengan hadirnya Jaringan Broadband, maka siaran Radio dan TV akan lebih banyak lagi yang disalurkan via jaringan Broadband ini dari pada lewat udara bebas atau wireless, baik itu yang terrestrial maupun yang via Satelit. Pemerintah/Regulator harus lebih jeli melihat masa depan siaran Broadcast TV dab Radio, mengurangi alokasi pita wireless-nya untuk kebutuhan yang lebih penting lagi yaitu kumunilkasi antar penduduk menggunakan mobile Wireless.


Silahkan ditanggapi, disanggah atau didukung, demi kemajuan bangsa dan negara.

Wassalam,

Label: , ,

Rabu, 15 Desember 2010
Regulasi LTE dipersiapkan untuk 2-3 tahun. Menunggu kesiapan Industri DN

Industri DN teknologi LTE akan memerlukan waktu 2-3 tahun lagi untuk bisa mandiri, dimana yang lebih cocok buat Indonesia adalah jenis TDD-LTE yang menggunakan pita frekwensi lebih efisien serta tidak memerlukan pasangan pita frekwensi yang berbeda antar kanal transmit dan recive.

Pemerintah memprioritaskan penyusunan regulasi tingkat komponen dalam negeri yang komprehensif untuk menjamin kelangsungan usaha pengguna teknologi long term evolution (LTE).

Gunawan Wibisono, Ketua Tim Kajian Roadmap Kesiapan dan Strategi Pengembangan Industri Dalam Negeri Ditjen Postel Kementerian Komunikasi dan Informatika, mengatakan pihaknya telah merekomendasikan pengaturan yang komprehensif untuk LTE.

“Terkait dengan TKDN [tingkat komponen dalam negeri], kami perkirakan di Indonesia LTE akan terlambat 1—2 tahun agar regulasinya matang dulu di semua aspek, termasuk kesiapan industri dalam negeri. Kami meminta operator [seluler] bersabar sambil mengikuti perkembangan LTE di luar negeri,” ujarnya di sela-sela demo frequency division duplex (FDD) dan time division duplex (TDD) LTE hari ini.

Menurut Gunawan, LTE baru akan matang pada 2 tahun mendatang sehingga operator juga perlu mencermati peluang dengan belajar dari pengalaman pengadopsian 3G sebagai pertimbangan.

Dia mencontohkan ketika 2G digelar, 3G diunggul-unggulkan, tetapi kenyataannya hingga saat ini penggunaan 3G belum optimal.

Pengalaman dari para pengguna 3G saat ini masih mengecewakan, sebab kecepatan transmisi yang di-iklankan tidak terbukti, lelet, dan mengakibatkan para pengguna tidak dapat memperoleh pengalaman berselancar di Internet sesuai kriteria "true Broadband". Akibtanya berbagai hipotesa tentang manfaat Broadband sebagai enabler pertumbuah perekonomian nasional belum menjadi kenyataan, yaitu tiap 10% penerasi Broadband akan menumbuhkan GDP Indonesia sebesar 1,38% atau senilai RP 138 Trilyun per tahun. Karena tidak tercapai, maka ini merupakan potensi kerugian nasional.

Tim roadmap juga menegaskan LTE bukan hanya persoalan di frekuensi mana akan digelar, melainkan juga perlu memperhatikan kelangsungan usaha di teknologi itu sebagai pertimbangan regulasi secara komprehensif.

Heru Sutadi, Anggota Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI), mengatakan terkait dengan TKDN, lokal belum memiliki peran dan kontribusi signifikan di teknologi broadband (pita lebar) nirkabel.

“Kami belum sampai pada kebijakan keberpihakan karena ini satu kesatuan ruang lingkup. Jadi prinsipnya akan ada TKDN yang harus dipenuhi dan ada kontribusi terhadap perkembangan industri dalam negeri dan agar bangsa ini tidak sekadar sebagai bangsa konsumtif,” tegasnya.

Dia menjelaskan di porsi TKDN, peranti LTE variatif dan industri lokal akan didorong untuk berkiprah dalam pengembangan chip, konten atau peranti lainnya meski prosesnya tidak mudah.

Adapun, di sisi operator, kebijakannya tidak jauh berbeda pada penerapan 3G yang mengatur 30% belanja modal dan 40% belanja operasional harus menyerap TKDN.

Heru menambahkan pihaknya masih melanjutkan evaluasi dan penataan frekuensi dengan kemungkinan refarming di frekuensi 900 MHz, 1800 MHz, 700 MHz, 2,3GHz, 2,6 GHz serta frekuensi lainnya terkait dengan digital dividen clear hingga 2018.

“Khususnya di 2,3 GHz mengingat baru satu operator WiMax [16d] yang meluncurkan layanan, kami masih perlu mengkaji apakah akan membuka lebar pita 60 MHz untuk WiMax 16e atau LTE, termasuk kemungkinan membuka lelang lain,” ujarnya.(sumber: bisnis.com jha).

Silahkan ditanggapi.

Label: , , ,

Jumat, 10 Desember 2010
Hackers menyerang "musuh-musuh" Wikileaks
Perang Dunia Maya atau Cyber War dimulai 12-jam setelah Pengadilan Inggris memutuskan untuk menahan pendiri Wikileaks, Julian Assange atas tuduhan kejahatan sex saat ia berada di Swedia. Penahannya didasarkan atas surat perintah penahanan dari Polisi Swedia, untuk mengadili Julian Assange dan meng-ekstradisi ke Swedia.

Dampak dari serangan para Hackers ini adalah terhentikannya operasi Situs-situs perusahaan yang memusuhi Wikileaks, seperti Visa.com, Master Card, dan Amazon.com serta Pemeritah seperti Swedia untuk beberapa saat karena gencarnya serangan Distributed Denial of Service (DDoS) yang tidakdapat dihindarkan.

Sementara itu banyak pendukung Julian Assange di Astralia, Inggris dan Swedia yang melakukan protes atas ditangkapya Julian, yang menurut mereka adalah tuduhan yang dibuat-buat untuk membungkam Wikileaks.

Berikut ini adalah beritanya dari The New York Times.

LONDON — In a campaign that had some declaring the start of a “cyberwar,” hundreds of Internet activists mounted retaliatory attacks on Wednesday on the Web sites of multinational companies and other organizations they deemed hostile to the WikiLeaks antisecrecy organization and its jailed founder, Julian Assange.

Within 12 hours of a British judge’s decision on Tuesday to deny Mr. Assange bail in a Swedish extradition case, attacks on the Web sites of WikiLeaks’s “enemies,” as defined by the organization’s impassioned supporters around the world, caused several corporate Web sites to become inaccessible or slow down markedly.

Targets of the attacks, in which activists overwhelmed the sites with traffic, included the Web site of MasterCard, which had stopped processing donations for WikiLeaks; Amazon.com, which revoked the use of its computer servers; and PayPal, which stopped accepting donations for Mr. Assange’s group. Visa.com was also affected by the attacks, as were the Web sites of the Swedish prosecutor’s office and the lawyer representing the two women whose allegations of sexual misconduct are the basis of Sweden’s extradition bid.

The Internet assaults underlined the growing reach of self-described “cyberanarchists,” antigovernment and anticorporate activists who have made an icon of Mr. Assange, a 39-year-old Australian.

The speed and range of the attacks also appeared to show the resilience of the backing among computer activists for Mr. Assange, who has appeared increasingly isolated in recent months amid the furor stoked by WikiLeaks’s Web site posting of hundreds of thousands of secret Pentagon documents on the wars in Afghanistan and Iraq.

Mr. Assange has come under renewed attack in the past two weeks for posting the first tranche of a trove of 250,000 secret State Department cables that have exposed American diplomats’ frank assessments of relations with many countries, forcing Secretary of State Hillary Rodham Clinton to express regret to world leaders and raising fears that they and other sources would become more reticent.

The New York Times and four other news organizations last week began publishing articles based on the archive of cables made available to them.

In recent months, some of Mr. Assange’s closest associates in WikiLeaks abandoned him, calling him autocratic and capricious and accusing him of reneging on WikiLeaks’s original pledge of impartiality to launch a concerted attack on the United States. He has been simultaneously fighting a remote battle with the Swedish prosecutors, who have sought his extradition for questioning on accusations of “rape, sexual molestation and forceful coercion” made by the Swedish women. Mr. Assange has denied any wrongdoing in the cases.

American officials have repeatedly said that they are reviewing possible criminal charges against Mr. Assange, a step that could lead to a bid to extradite him to the United States and confront him with having to fight for his freedom on two fronts.

The cyberattacks in Mr. Assange’s defense appear to have been coordinated by Anonymous, a loosely affiliated group of activist computer hackers who have singled out other groups before, including the Church of Scientology. Last weekend, members of Anonymous vowed in two online manifestos to take revenge on any organization that lined up against WikiLeaks.

Anonymous claimed responsibility for the MasterCard attack in Web messages and, according to one activist associated with the group, conducted waves of attacks on other companies during the day. The group said the actions were part of an effort called Operation Payback, which began as a way of punishing companies that attempted to stop Internet file-sharing and movie downloads.

The activist, Gregg Housh, who disavows a personal role in any illegal online activity, said that 1,500 supporters had been in online forums and chat rooms organizing the mass “denial of service” attacks. His account was confirmed by Jose Nazario, a senior security researcher at Arbor Networks, a Chelmsford, Mass., firm that tracks malicious activity on computer networks.

Most of the corporations whose sites were targeted did not explain why they severed ties with WikiLeaks. But PayPal issued statements saying its decision was based on “a violation” of its policy on promoting illegal activities.

Almost all the corporate Web sites that were attacked appeared to be operating normally later on Wednesday, suggesting that any economic impact was limited. But the sense of an Internet war was reinforced when Netcraft, a British Internet monitoring firm, reported that the Web site being used by the hackers to distribute denial-of-service software had been suspended by a Dutch hosting firm, Leaseweb.

A sense of the belligerent mood among activists was given when one contributor to a forum the group uses, WhyWeProtest.net, wrote of the attacks: “The war is on. And everyone ought to spend some time thinking about it, discussing it with others, preparing yourselves so you know how to act if something compels you to make a decision. Be very careful not to err on the side of inaction.”

Mr. Housh acknowledged that there had been online talk among the hackers of a possible Internet campaign against the two women who have been Mr. Assange’s accusers in the Swedish case, but he said that “a lot of people don’t want to be involved.”

A Web search showed new blog posts in recent days in which the two women, identified by the Swedish prosecutors only as Ms. A. and Ms. W., were named, but it was not clear whether there was any link to Anonymous. The women have said that consensual sexual encounters with Mr. Assange became nonconsensual when condoms were no longer in use.

The cyberattacks on corporations Wednesday were seen by many supporters as a counterstrike against the United States. Mr. Assange’s online supporters have widely condemned the Obama administration as the unseen hand coordinating efforts to choke off WikiLeaks by denying it financing and suppressing its network of computer servers.

Mr. Housh described Mr. Assange in an interview as “a political prisoner,” a common view among WikiLeaks supporters who have joined Mr. Assange in condemning the sexual abuse accusations as part of an American-inspired “smear campaign.”

Another activist used the analogy of the civil rights struggle for the cyberattacks.

“Are they disrupting business?” a contributor using the name Moryath wrote in a comment on the slashdot.org technology Web site. “Perhaps, but no worse than the lunch counter sit-ins did.”

Label: , ,