Senin, 19 April 2010
Strategi dan Roadmap: Ada banyak jalan menuju ke Roma, hanya satu yang lurus dan cepat
Strategi dan Roadmap (Peta Jalan) adalah dua hal yang sangat penting dalam menuju ke suksesnya suatu usaha atau bisnis, baik itu skala kecil maupun skala besar, nasional. Di zaman kejayaan kekaisaran Roma memang banyak sekali jalan-jalan raya (Via - bahasa Italia) yang dibangun untuk menuju ke Ibukota Kekaisaran Roma sebagai pusat perekonomian dan peradaban dunia saat itu. Namun hanya ada satu jalan yang lurus dan pendek, sehingga lebih cepat ditempuhnya. Banyak jalan yang panjang dan beliku-liku, sehingga akan lebih lama ditempuhnya. Tanpa peta jalan yang baik, maka akan sering kita tersesat. Tanpa strategi yang tepat yang diterjemahkan dalam bentuk Peta Jalan (Roadmap), maka kita akan kalah bersaing dan gagal dalam mencapai sasaran-sasaran usaha (goals). Kita sering melihat kegagalan suatu usaha karena memang mereka belum punya strategi dan Roadmap yang tepat untuk memenangkan persaingan dan mencapai sasaran mereka. Beberapa waktu yang lalu kita mendengar kalau Garuda dan Merpati merugi dan kalah bersaing dengan perusahaan baru asal negeri jiran, yaitu Air Asia yang memilki strategi jitu untuk memenuhi tempat duduk pesawat setiap penerbangan, sehingga dapat memasang tarif yang sangat kompetitif, serta mereka tidak menyediakan makanan di pesawat yg merepotkan operasionalnya. Kita juga terkaget-kaget mendengar berita minggu lalu kalau PT KAI harus menutup layanan KA Parahyangan yang dahulunya menjadi cash-cow PT KAI, sebab kalah bersaing dengan layanan travel mobil yang menjadi kompetitif dengan adanya jalan toll Cipularang. Bagaimanakah situasi persaingan di bidang telematika? Nokia dan BlackBerry yang lama mendominasi pasar Smartphone Indonesia mendapat serangan gencar dari Smartphone Qwerty buatan Cina dan Taiwan dengan produk BlackBerry-like, seperti BlueBerry, RedBerry, CherryBerry, dll, yang jauh lebih murah (dibawah Rp 1 jutaan), Qwerty keyboard, dan penuh dengan fitur2 canggih: Dual GSM on, TV, FM, Video, camera, WiFi, FB, Twitter, YM, Skype, dll. Ini dimungkinkan berkat software Java yang sangat canggih. Di sisi lain, Smartphone iPhone dari Apple Computers mendapat tantangan dari pendatang baru, yaitu Smartphone berbasiskan Operating System Android yang Open Source, sehingga membuat harga iPhone turun terus secara perlahan tetapi pasti. Para operator telekomunikasi Indonesia yang jumlahnya ada 12 saat ini sedang kebingungan untuk mencari strategi dan Roadmap yang tepat untuk menghadapi persaingan diantara mereka sendiri yang sangat ketat, sehingga untuk tetap survive dan menambah jumlah pelanggan mereka harus melakukan banting harga yang terus menggerogoti margin laba dari waktu ke waktu. Sampai kapankah mereka akan tetap bertahan? Kunci untuk dapat melepaskan diri dari spiral yang menuju ke titik dasar adalah: merubah persaingan yang hanya sekadar menjadi penyedia jaringan, ke layanan-layanan yang bernilai tambah, mutu yang lebih baik, layanan data, aplikasi2 baru dan kontent, antara lain mobile advertising, mobile commerce, mobile payment, eLearning, eGov dengan memanfaatkan jejaring sosial yang makin banyak anggotanya. Bagaimanakah dengan strategi dan Roadmap Broadband di Indonesia? Memang akan ada porsi layanan Fixed Broadband (atau nomadic) dan Mobile Broadband. Namun dilihat dari tren jumlah pelanggan seluler di Dunia maupun di Indonesia yang saat ini sudah mencapai 170 juta orang yang terdaftar, jauh melebihi pelanggan Fixed atau Nomadic Broadband, maka kita perlu untuk memperhatikan perkembangan mobile broadband itu. Bila sebuah perangkat Terminal (CPE) sudah memenuhi persyaratan Mobile Broadband, maka secara otomatis perangkat tersebut sudah pula memenuhi atau melebihi persyaratan untuk Fixed atau Nomadic Broadband. Pemerintah Indonesia saat ini sudah melakukan tender operator Fixed dan Nomadic Broadband dengan layanan WiMAXstandar 16d khas Indonesia, namun operator pemenang tender yang sudah mulai melaksanakannya adalah yang pada pita frekwensi 3,3 GHz, sedangkan yang pada pita frekwensi 2,3 GHz masih terus berfikir-fikir, maju mundur, sebab mereka takut investasi mereka tidak akan dapat kembali. Sementara itu di pasar global pada pita 2,3 GHz dan 2,5 GHz telah mulai diproduksi perangkat CPE yang telah dilengkapi (embedded) dengan modem WiMAX standar 16e yang mobile dengan efisiensi penggunaan pita yang tinggi dan operasional yang sangat mudah dipakai dan inter-operable, dengan harga yang sangat kompetitif, yaitu: laptop, netbook, Smartphones, iPhone, iPad, dll, sesuai standar 4G. Perangkat2 tersebut memang membutuhkan kecepatan transmisi yang tinggi, diatas 20 Mbps agar menjadi bermanfaat bagi pemiliknya. Perangkat2 tersebut menjadi sangat kurang manfaatnya bilamana kecepatannya lelet, dan menjengkelkan bagi pengguna. Mereka jengkel karena sudah beli mahal, tetapi tidak sesuai dengan fitur2 yang tersedia. Lalu apakah definisi Boadband? Bagi orang awam, adalah seperti yang disampaikan oleh Ketua Umum Mastel, pak Setyanto P Santosa, yaitu bila kita tekan tombol keyboard, maka secara instant akan muncul hasilnya (misalnya gambar, konten web, dsb). Bila lelet, maka jelas itu bukanlah kecepatan Broadband. Sementara itu di banyak negara termasuk di Indonesia sudah mulai diuji-coba jaringan dan CPE LTE (Long Term Evolution) sebagai evolusi akhir dari jaringan dan perangkat 3G dan 3.5G (HSDPA, HSPA+, CDMA 2001X EV/DO). Bagaimanakah Strategi dan Roadmap menuju ke layanan LTE atau WiMAX Standar 16m yang sepadan ini? Tentu perlu dipersiapkan langkah-langkah dan milestones yang tepat, seperti alokasi pita frekwensi yang diperlukan, peraturan perundangan, pilihan teknologi untuk memungkinkan kemajuan industri DN dan sebagainya agar jalan menuju ke Roma itu tidak berliku-liku panjang dan melelahkan, membuat masyarakat pengguna kehilangan momentum untuk memajukan perekonomian nasional yang diklaim tiap sekian persen penetrasi Broadband akan meningkatkan sekian persen GDP. Silahkan ditanggapi dan semoga bermanfaat bagi kemajuan bangsadan negara. Label: Broadband Economy, Roadmap, Strategi |
Rabu, 14 Oktober 2009
Broadband Access melalui WiMAX atau 3G, Kompetisi atau Komplementer?
Layanan Wireless Broadband Access telah dimulai di Indonesia melalui jasa seluler GSM 3G atau 3.5G (HSDPA) dan jasa seluler CDMA EVDO sejak tahun 2006 oleh para operator jaringan telpon bergerak (mobile). Namun pengalaman para pelanggannya sampai dengan saat ini terasa sangat tidak memuaskan, sebab kecepatan 3,6 Mbit/detik atau 7,2 Mbit/detik seperti yang di-iklankan tidak pernah tercapai, malah makin terasa lamban dan sulit mengakses file-file suara, gambar, video dan multimedia dengan semakin bertambahnya jumlah pelanggan. Para Operator 3G dan CDMA EVDO kurang memperhatikan segi mutu layanan bagi pelanggan. Mereka lebih konsentrasi kepada diperolehnya peningkatan jumlah pelanggan dengan mengorbankan mutu kecepatan transmisi jaringan. Salah satu penyebab memburuknya layanan adalah karena keterbatasan lebar pita 3G yang dialokasikan bagi tiap operator, yang umumnya hanya 5 MHz. Untuk menambah lagi lebar pita sebesar 5 MHz, para operator diharuskan membayar sekitar Rp 160 milyar sebagai Biaya Hak Penyelenggaraan (BHP) plus Upfront Fee saat lelang jaringan GSM 3G yang lalu. Diseluruh dunia saat ini sudah ada 4,6 Milyar pelanggan seluler GSM yang umumnya dapat dengan relatif mudah untuk dikonversi menjadi pelanggan mobile broadband wireless 3G, sehingga dengan demikian dipastikan bahwa layanan akses broadband 3G adalah layanan yang mendominasi akses broadband. Dibandingkan dengan layanan akses broadband melalui WiMAX standar 802.16d yang nomadic dan standar 802.16e yang mobile yang jumlahnya hanya beberapa juta pelanggan diseluruh dunia, maka jelas bahwa layanan WiMAX tidak mungkin untuk menyaingi atau mengganti layanan akses wireless broadband 3G. WiMAX akan hanya merupakan komplemen dari layanan akses wireless broadband 3G. Salah satu solusi yang relatif mudah untuk dilaksanakan untuk meningkatkan mutu layanan jaringan broadband GSM 3G adalah dengan para operator 3G membeli tambahan pita 3G pada 2,1GHz (dengan penurunan biaya BHP oleh Pemerintah) dan bagi para operator CDMA EVDO adalah dengan melakukan merger diantara operator-operator yang berjumlah keseluruhannya 7 operator CDMA EVDO. Dengan demikian lebar pita broadband per operator dapat dilipat-duakan untuk memberikan mutu layanan yang lebih baik, sehingga pengalaman pelanggan (user experience) dapat diperbaiki untuk dapat memunculkan innovasi-innovasi layanan baru yang memuaskan pelanggan, dan meningkatkan traffic serta revenue para operator. Secara keseluruhan industri TIK akan maju dan demikian pula perekonomian nasional akan dapat ditingkatkan secara proporsional (Broadband Economy). Label: 3G versus WiMAX, Broadband Economy, Merger Operator, Mutu Layanan, Wireless Broadband Acces |